PORTAL BONTANG – Sebagian besar penyebab meningkatnya pertumbuhan penduduk di Kaltim karena migrasi. Artinya penduduk luar daerah yang pindah ke Kaltim tanpa melalui program transmigrasi pemerintah atau bisa dikatakan sendiri. Hal ini pun menjadi PR bagi pemerintah.
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengakui bahwa, perlu ada regulasi khusus untuk mengatur angka migrasi yang terus meningkat secara signifikan. Regulasi tersebut perlu dimiliki masing-masing kabupaten/kota.
“Dalam hal ini provinsi secara khusus tidak ada treatment (perlakuan) khusus, tapi kabupaten kota harus punya cara sendiri,” katanya.
Soraya memberi contoh Kota Balikpapan. Ia mengapresiasi dengan regulasi non-KTP yang diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan. Regulasi ini membuat warga pendatang tidak diakui KTP-nya apabila melakukan administrasi publik. Seperti perizinan usaha.
“Kalau saya lihat belum ada regulasi untuk menekan migrasi begitu. Kalau Samarinda kan open. Samarinda ini kan penyangga beberapa kabupaten kota seperti Bontang dan Kutim, tetapi belum memberlakukan itu. Kalau Samarinda jadi sentral kan jadi pusat perlintasan,” lanjut Soraya.
Ia menyarankan untuk membuat regulasi khusus pendatang. Misalkan saja, pendatang yang memiliki skill dan kompetensi yang baik bagi pembangunan daerah, maka dapat diberikan toleransi. Tetapi jika tidak, maka inilah yang perlu diintervensi.
“Kalau yang datang itu punya skill kan bisa berkontribusi, tapi yang cuma bawa badan kan hanya membawa beban pemerintah daerah,” tegasnya.***