PORTAL BONTANG – Jumlah rumah yang masih dibutuhkan Indonesia masih tinggi. Kekurangan perumahan atau backlog mencapai 12,75 juta unit.
Kekurangan perumahan atau backlog itu masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
“Backlog 12,75 juta, itu artinya yang antre membutuhkan rumah apalagi Indonesia demografinya masih relatif mudah, artinya generasi muda itu akan berumah tangga, maka kemudian membutuhkan rumah,” katanya dalam Securitization Summit 2022, Jakarta, beberapa waktu lalu, dikutip PortalBontang.com dari Info Publik.
Penyebab backlog itu, lanjut Sri Mulyani, lantaran kekuatan membeli rumah para generasi muda relatif tidak sebanding dengan harga perumahan yang ada. Sehingga, para generasi muda memilih tinggal di rumah orang tua maupun menyewa rumah.
Selain harga yang sulit terjangkau, dari sisi suplai juga masih menjadi masalah. Kebutuhan biaya untuk membangun rumah meningkat, terutama harga tanah di perkotaan serta bahan baku pembangunan rumah terbilang relatif tinggi.
Mengatasi masalah tersebut, salah satu langkah terobosan pemerintah adalah dengan menyediakan berbagai skema kredit rumah rakyat yang bersubsidi. Yakni, dengan menggunakan fasilitas pembiayaan perumahan alias fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi selisih bunga (SSB).
Selain itu, pemerintah juga meng-create bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan. Selama masa pandemi Covid-19, pemerintah juga memberikan berbagai stimulus, salah satunya untuk sektor perumahan.
Insentif pembelian rumah untuk Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan pengenaan PPN 1 persen final untuk rumah sederhana dan sangat sederhana.
Pemerintah juga resmi memperpanjang insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) rumah sebesar 50 persen dari atas penjualan rumah paling tinggi Rp2 miliar serta 25 persen atas penjualan rumah dengan harga di atas Rp2-5 miliar. Insentif itu akan berlaku hingga 30 September 2022.
Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemerintah juga terus berupaya mengatasi backlog dengan mendorong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah layak huni.
Sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan peningkatan akses rumah layak huni dari 56,75 persen menjadi 70 persen atau setara 11 juta rumah tangga.
Dalam keterangan tertulis, Minggu 31 Juli 2022, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan, pihaknya (Kementerian PUPR) mendorong masyarakat khususnya MBR untuk memiliki hunian layak.
“Pemerintah berkomitmen untuk memberikan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kami harapkan dapat meningkatkan kualitas hidup para penerima bantuan dengan memiliki rumah yang lebih layak, sehat dan nyaman,” kata Menteri Basuki.
Untuk meningkatkan akses dan keterjangkauan MBR terhadap pembiayaan perumahan yang layak huni, Kementerian PUPR terus memberikan fasilitas kemudahan dan bantuan pembiayaan perumahan.
Yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Pembiayaan Tapera.
Pada TA 2022 Kementerian PUPR mengalokasikan dana FLPP sebesar Rp23 triliun untuk 200.000 unit rumah dan BP2BT sebesar Rp888,46 miliar untuk 22.586 unit rumah.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Herry Trisaputra Zuna mengatakan sampai 28 Juli 2022 Kementerian PUPR telah berhasil memfasilitasi masyarakat untuk memiliki rumah.
Yaitu melalui fasilitas KPR FLPP sebanyak 106.346 unit atau setara 53,2 persen dari target dan BP2BT sebanyak 3.024 unit atau 13,4 persen dari target.
“Dengan semangat dari para stakeholders untuk menyediakan rumah bagi masyarakat, kami sangat optimis target tersebut dapat tercapai,” ucap Herry dalam Webinar Prospek Pembiayaan Properti Di Tengah Ancaman Krisis Global.
Terkait dengan ketersediaan lahan, Herry juga mengatakan saat ini pemerintah sedang mengupayakan penyediaan perumahan di kota- kota besar dan dan metropolitan melalui skema hunian vertikal.
Dari sisi pembiayaan, diperlukan mekanisme kreatif yang dapat membantu MBR untuk menjangkau perolehan sarusun. Di antaranya adalah skema sewa beli, pembiayaan kepemilikan bertahap (staircasing ownership), KPBU, dan optimalisasi Dana FLPP.
“Skema-skema tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu opsi pembiayaan untuk memperbesar penyaluran bantuan pembiayaan perumahan bagi MBR di perkotaan,” tambah Herry.
Sektor properti merupakan salah satu leading sector dalam pemulihan ekonomi nasional. Multiplier effect dari sektor properti mendorong pertumbuhan sektor konstruksi, material dan sektor lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu, di samping memberikan fasilitas pembiayaan bagi MBR, pemerintah juga kembali mengeluarkan kebijakan relaksasi terhadap sektor perumahan berupa Insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 2022.
“Kebijakan insentif PPN DTP 2022 diberikan sebesar 50 persen dari insentif PPN DTP 2021 yaitu 50 persen atas penjualan rumah paling tinggi Rp2 miliar serta 25 persen atas penjualan rumah dengan harga di atas Rp2-5 miliar,” tutup Herry. ***