Oleh: Herdiansyah Hamzah/Castro (Pengamat Hukum/Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)
PORTAL BONTANG – Pertama, pemerintah selalu berdalih bahwa kenaikan harga BBM dikarenakan selama ini 70 persen subsidi BBM dinikmati oleh orang mampu (baca : https://www.kompas.tv/article/324974/70-persen-bbm-subsidi-dinikmati-orang-mampu-pemerintah-akan-lakukan-hal-ini).
Lantas darimana data mampu tidak mampu ini? Tidak ada data yang jelas bagaimana pemerintah mengkualifikasikan “orang mampu” ini. Tapi jika ditelusuri, data orang mampu ini menggunakan kemungkinan besar menggunakan standar garis kemeskinan yang ditetapkan pemerintah melalui BPS, dimana per maret 2021 ditetapkan sebesar Rp. 472.525.
Jadi penduduk yang pengeluaran perkapitanya dalam sebulan di bawah angka itu, dikualifikasikan sebagai penduduk miskin. Sementara yang di atas angka itu dikualifikasikan tidak miskin atau “mampu” (baca : https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/07/15/1843/persentase-penduduk-miskin-maret-2021-turun-menjadi-10-14-persen.html).
Pertanyaannya, bagaimana mungkin data orang miskin ini dikonversi menjadi data penikmat BBM bersubsidi? Ini seperti hendak memotong daging dengan pisau dapur. Coba bayangkan, apakah masuk akal penduduk dengan pendapat perkapita sebulan sebesar Rp.500.000 dikualifikasikan pendudukan tidak miskin atau mampu? Jelas klaim Pemerintah ini sungguh sangat menyesatkan.
Kedua, perbandingan dengan negara lain. Jika melihat Malaysia sebagai sample, maka pilhan menaikkan harga BBM adalah keliru besar. Sebagai perbandingan, harga bensin terbaru di Malaysia per Agustus 2022 dengan oktan 95 atau RON 95 dijual seharga RM 2,05 atau setara dengan Rp 6.780 per liter (kurs Rp 3.300).
Bandingkan dengan harga pertalite (RON 90) dan pertamax (RON 92) di Indonesia. Harga bensin RON 95 di Malaysia (yang notabene RON atau oktan-nya lebih bagus dari pertalite dan pertamax), jauh lebih murah (baca : https://www.motorplus-online.com/amp/253458189/harga-pertalite-tetap-rp-7650-per-liter-ternyata-bensin-ron-95-di-malaysia-lebih-murah?page=2).
Ketiga, kenaikan harga BBM, berkaitan erat dengan pembiayaan IKN. Untuk menyelamatkan lapak bisnis oligarki di proyek megah IKN ini, segala cara dihalalkan pemerintah. Dan sudah pasti rakyat yang selalu ditumbalkan.
Mulai dari menggenjot pajak, hingga pencabutan subsidi yang berimbas kepada kenaikan harga BBM ini. Jadi jelas jika kenaikan harga BBM ini adalah politik tumbal untuk pembiayaan IKN. Pemerintah mencari jalan pintas untuk pembiayaan IKN dengan cara mengorbankan rakyat.
Berdasarkan 3 alasan tersebut, maka tidak ada pilihan bagi kita untuk tidak begerak melawan keputusan pemerintah yang tidak pro-rakyat ini. Semua elemen harus tumpah ruah ke jalan-jalan, ekspresikan sikap penolakan kita!! ***
Disclaimer: Tulisan artikel ini dan properti (gambar, video, ilustrasi, dll) di dalamnya sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan sikap dari redaksi PortalBontang.com, kecuali ditentukan lain di kemudian hari.